đ± Dokumen Program Pengembangan Kewirausahaan
Terimakasih Aikmel , Maret 2016 Kepala SDN 4 Aikmel MAHMUDIN, S.Pd NIP. 19670224 198803 1 007 f LEMBAR PENGESAHAN Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi kegiatan kewirausahaan dilingkungan sekolah maka berdasarkan keputusan bersama ditetapkan : PROGRAM KERJA KOPERASI SISWA (KOPSIS) SEKOLAH DASAR NEGERI 4 AIKMEL TAHUN 2017 Aikmel, Januari 2017
Pengembanganprogram kewirausahaan di SMA yang dilakukan Direktorat Pembinaan SMA diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan Provinsi secara intensif dengan harapan dapat dijadikan benchmark bagi sekolah lain dalam pengembangan matapelajaran Prakarya dan Kewirausahaan. Keberhasilan pelaksanaan SMA penerima dana bantuan program
Dokumenbukti fisik Program Kewirausahaan di Madrasah Tsanawiyah ini merupakan konsep terpadu antara pembelajaran dengan kewirausahaan. Bagi sobat yang merasa kesulitan mendapatkan data bukti fisik PKKS komponen kewirausahaan untuk point 3.1 Program Pengembangan Kewirausahaan bisa didownload secara gratis pada akhir postingan ini.
Keberlanjutanprogram pengabdian ini diharapkan akan dapat menginisiasi program kerja remaja Masjid Muhajirin Balecatur dalam meningkatkan kemampuan dalam kewirausahaan dan bisnis. Hasil dan Pembahasan Pengembangan kegiatan remaja masjid melalui kegiatan keagamaan dan kewirausahaan untuk meningkatkan semangat berwirausaha, meliputi: 1.
Kopsis Kewirausahaan Sekolah sebagai dokumen Program Kepala Sekolah. Program Koperasi Siswa atau yang disingkat dengan (KOPSIS) di susun sebagai bentuk penanaman dan pengembangan konsep kewirausahaan dilingkungan sekolah. Dalam kesempatan ini kami keluarga besar sekolah dasar negeri 4 aikmel mencoba untuk melakukan kegiatan pembelajaran kepada
PROGRAMPENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN. MAN 3 KEBUMEN. TAHUN PELAJARAN 2019/2020. Oleh. Drs. Muntohar. NIP. 196904301994031001. MADRASAH ALIYAH NEGERI 3 KEBUMEN. Jalan Pencil No. 47 Kutowinangun Kebumen 54393. Telp. (0287) 661119 Faksimil (0287) 661536. KATA PENGANTAR.
DownloadDokumen Program Pengembangan Kewirausahaan. Type: PDF. Date: September 2020. Size: 109.5KB. Author: smp pgri626. This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA.
PROGRAMPRIORITAS PEMBANGUNAN KEWIRAUSAHAAN 2. 1. ISU STRATEGIS BACKGROUND KEWIRAUSAHAAN DI INDONESIA. EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN NASIONAL 7.Belum ada kebijakan mendukung perkembangan wirausaha sosial. TEKNOLOGI TEPAT GUNA, KEBERLANJUTAN USAHA DAN INTERNASIONALISASI 0,24 0,39 0,25 0,53 0,3 0,28 0,19 0,24 0,49 0,09 0,04 0,17 0,25 0,29 0,23 0,61
A Latar Belakang. Modul ini memberikan pemahaman kepada peserta diklat tentang berbagai aspek kewirausahaan, antara lain: jiwa kewirausahaan, nilai-nilai kewirausahaan, serta cara menumbuhkan nilai-nilai kewirausahaan dalam diri kepala sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan maupun peserta didik di sekolah. Di samping itu, dibahas pula upaya
uQqQ. 74% found this document useful 23 votes27K views20 pagesDescriptionDokumen Program Pengembangan KewirausahaanCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?74% found this document useful 23 votes27K views20 pagesDokumen Program Pengembangan KewirausahaanJump to Page You are on page 1of 20 You're Reading a Free Preview Pages 8 to 18 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
ï»żPENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN SMP PGRI 6 SURABAYA NASKAH PUBLIKASI SMP PGRI 6 SURABAYA TAHUN 2018 1 Pendahuluan Unit usaha dan unit produksi merupakan bagian dari kewirausahaan yang perlu diwujudkan dan dikembangkan di lembaga pendidikan sekolah, agar 2 mampu memberikan bekal dan kemandirian bagi peserta didik yang menjadi tanggung jawab bersama antara kepala sekolah dan guru. Unit usaha merupakan suatu bentuk kegiatan yang mampu menghasilkan keuntungan, misalnya menjahit, penjualan, koperasi, dan sebagainya. Sedangkan unit produksi adalah kegiatan yang mampu mengolah dan menghasilkan suatu barang, sepert beternak ayam petelur, pedaging, dan sebagainya. Kewirausahaan yang dapat dikembangkan di SMP PGRI 6 SURABAYA antara lain unit usaha dan unit produksi. Unit usaha berupa koperasi siswa, dan koperasi guru, sedangkan unit produksi berupa sablon dan menjahit. Darri kedua unit kewirausahaan tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan visi dan misi sekolah, tdak mengganggu kegiatan rutn sekolah. Tujuan umum mendeskripsikan tentang pengembangan kewiraâ usahaan SMP Negeri 2 Gunung Wungkal Kabupaten Pat. Sedangkan tujuan khusus penelitan, yaitu mendeskripsikan tentang 1 Bagaimana pengembangan kewirausahaan unit usaha di SMP PGRI 6 SURABAYA ; 2 Bagaimana pengembangan kewirausahaan unit produksi di SMP PGRI 6 SURABAYA Metode Penelitian Jenis penelitan adalah kualitatf Ditnjau dari pendekatannya, penelitan ini termasuk penelitan kualitatf. Lokasi penelitan di SMK PGRI 1 Karanganyar. Penelitan ini menyajikan dataâdata kualitatf yang diperoleh dari hasil penelitan tanpa ada intervensi dari penelit. Penelitan kualitatf Qualitative research adalah suatu penelitan yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisa fenomena, peristwa aktvitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok Sukmadinata, 2005 60. Pendekatan penelitan fenomenologi. Subjek penelitan adalah kepala sekolah dan guru. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Jenis data dalam penelitan ini adalah data kualitatf berupa kata-kata, hasil wawancara, observasi, hasil analisis dan dokumentasi atau 3 semua catatan yang terarsip di sekolah dan data sejenis lainnya sepert photo, visi misi sekolah yang mendukung penelitan ini. Data hasil wawancara diperoleh dari kepala sekolah, ketua komite, dan guru. Jenis data dari hasil observasi berupa catatan lapangan tentang pengembangan sarana prasarana sekolah. Sumber data penelitan adalah sumber data primer berupa hasil wawancara dan observasi lapangan dengan informan, sedangkan sumber data sekunder berupa hasil studi dokumen yang diperoleh dalam penelitan. Untuk penentuan informan bahwa setelah penelit melakukan prasurvey sebagai studi pendahuluan, penelit menetapkan pihak-pihak yang menjadi subjek narasumber yang dijadikan sebagai subjek penelitan. Pemilihan informan dilakukan berdasarkan pertmbangan pada kemampuan mereka untuk memberi informasi yang diperlukan dalam penelitan. Dalam penelitan ini, narasumbernya, yaitu kepala sekolah, dan guru. Teknik analisis data dilaksanakan selama pengumpulan data dan analisis data setelah pengumpulan data . Keabsahan data menggunakan pengamatan secara terus menerus, trianggulasi data. teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding tehadap data yang diperoleh melalui wawancara, untuk mencari atau memperoleh standar kepercayaan data yang diperoleh dengan jalan melakukan pengecekan data, cek ulang, dan cek silang pada dua atau lebih informasi, dan membicarakan dengan orang lain rekan-rekan sejawat yang banyak mengetahui dan memahami masalah yang ditelit. Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitk dengan rekan-rekan sejawat. Teknik ini juga mengandung beberapa maksud sebagai salah satu teknik pemeriksaan keabsahan data. Hasil Penelitian dan Pembahasan Kewirausahaan adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang secara kreatf dan inovatf untuk mewujudkan nilai tambah. Tujuan pengembangan 4 kewirausahaan bagi kepala sekolah adalah untuk meningkatkan kualitas kewirausahaannya dan mengembangkan dan gurunya. Banyak karakteristk kewirausahaan yang dapat dimiliki oleh kepala sekolah sebagai wirausaha. Tetapi, pada materi ini dibatasi pada inovasi, kerja keras, motvasi tnggi, pantang menyerah. Dan kreatf untuk mencari solusi terbaik. Untuk menjadi wirausahawan sukses harus memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan kewirausahaan. 1. Pengembangan kewirausahaan unit usaha di SMP PGRI 6 SURABAYA Kualitas dasar daya hat kewirausahaan memiliki karakteristk/ dimensi-dimensi sebagai berikut prakarsa/inisiatf tnggi; ada keberanian moral untuk mengenalkan hal-hal baru; proaktf, tdak hanya aktf apalagi hanya reaktf; berani mengambil resiko; berani berbeda; properubahan dan bukan pro kemapanan; kemauan, motvasi, dan spirit untuk maju sangat kuat; memiliki tanggungjawab moral yang tnggi; hubungan interpersonal bagus; berintegritas tnggi; gigih, tekun, sabar, dan pantang menyerah; bekerja keras; berkomitmen tnggi; memiliki kemampuan untuk memobilisasi orang lain; melakukan apa saja yang terbaik; melakukan perbaikan secara terus menerus; mau memetk pelajaran dari kesalahan, dari kesuksesan, dan dari praktekpraktek yang baik; membangun teamwork yang kompak, cerdas, dinamis, harmonis, dan lincah; percaya diri; pencipta peluang; memiliki sifat daya saing tnggi, tetapi mendasarkan pada nilai solidaritas; agresif/ofensif; sangat humanistk dan hangat pergaulan; terarah pada tujuan akhir, bukan tujuan sesaat; luwes dalam pergaulan; selalu menginginkan tantangan baru; selalu membangun keindahan cita rasa melalui seni kriya, musik, suara, tari, lukis, dsb.; bersikap mandiri akan tetapi supel; tdak suka mencari kambing hitam; selalu berusaha menciptakan dan meningkatkan nilai tambah sumberdaya; terbuka terhadap umpan balik; selalu ingin mencari perubahan yang lebih 5 baik meningkatkan/mengembangkan; tdak pernah merasa puas, terus menerus melakukan inovasi dan improvisasi demi perbaikan selanjutnya; dan keinginan menciptakan sesuatu yang baru. Kualitas dasar daya fisik/raga kewirausahaan memiliki karakteristk/ dimensi-dimensi sebagai berikut menjaga kesehatan secata teratur; memelihara ketahan/stamina tubuh dengan baik; memiliki energi yang tnggi; dan keterampilan tubuh dimanfaatkan demi kesehatan dan kebahagiaan hidup. Menurut Tasbillah 20116, menyatakan bahwa kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluang-peluang yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan atau kombinasi input yang produktf. Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau peluang yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tndakan yang kreatf dan innovatf. Wirausahawan adalah orang yang merubah nilai sumber daya, tenaga kerja, bahan dan faktor produksi lainnya menjadi lebih besar daripada sebelumnya dan juga orang yang melakukan perubahan, inovasi dan cara-cara baru.. Makin lama wirausahawan menjiwai dunia wirausaha, makin banyak pengalaman wirausahawan, maka makin tajamlah naluri wirausahawan. Seseorang yang mempunyai komitmen diri yang teguh akan sikapnya adalah orang yang mampu untuk menjadi pemimpin yang selanjutnya cara dan metode yang diterapkannya disebut Kepemimpinan. Suatu pedoman bagi kepemimpinan yang baik adalah âperlakukanlah orang-orang lain sebagaimana wirausahawan ingin diperlakukanâ. Berusaha memandang suatu keadaan dari sudut pandangan orang lain akan ikut mengembangkan sebuah sikap tepo seliro. Pengusaha yang berpeluang untuk maju secara mantap adalah yang memiliki jiwa kepemimpinan yang sangat menonjol. Ciri-ciri mereka biasanya sangat menonjol, dan sangat khas. Dimana keputusan dan sepak terjangnya sering 6 dianggap tdak lazim dan lain dari pada umumnya pengusaha Anonim, 2012 6. Seseorang yang ingin menjadi wirausahawan sukses tdak cukup hanya memiliki kualitas dasar kewirausahaan, akan tetapi kualitas instrumental kewirausahaan penguasaan disiplin ilmu. Misalnya, seorang kepala sekolah, pengawas, atau kepala dinas pendidikan kabupaten/kota, harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas di bidang pekerjaan yang menjadi kewenangan dan tanggung jawabnya. Kreatvitas dan inovasi merupakan dimensi-dimensi pentng kewirausahaan. Kreatvitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru, yang belum pernah ada sebelumnya. Sedang inovasi adalah penciptaan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Contoh hasil inovasi adalah koperasi sekolah, di mana sekolah menyediakan usaha koperasi yang menjual alat tulis, buku, tas, sepatu, dan sebagainya, warga sekolah bisa memenuhi kebutuhannya melalui pemanfaatan koperasi sekolah. Kegiatan wirausaha lain. Yohanes Surya menemukan cara-cara pembelajaran fisika yang inovatf sehingga menghasilkan juara olimpiade fisika tngkat dunia. Penemu jarimatka menemukan pembelajaran matematka di SD. Phytagoras menemukan rumus Phytagoras dalam guru. Di Tidore memanfaatkan gelombang laut dan alam sekitar sebagai laboratorium praktk siswa,dan koleksi pohon langka di SMA Ambarawa sebagai sarana observasi siswa dan guru. Kewirausahaan dapat dipelajari melalui sistem manajemen strategi. Ada empat kompetensi yang perlu dimiliki wirausaha, yakni pengetahuan tentang proses produksi, jaringan usaha, dukungan finansial, dan kemampuan manajemen. Kewirausahaan hendaknya diberikan sejak dini dengan cara melihat dunia nyata di luar ruang kelas, sepert melihat proses produksi di pabrik, bengkel, bank, atau sentra kerajinan. Siswa SMP juga perlu 7 diajarkan tentang ketdakpastan dan risiko bisnis dalam dunia usaha. Naluri kewirausahaan harus dibangun sejak dini dari keluarga. Kepala dan guru bekerja keras untuk mencapai keberhasilan dan guru sebagai organisasi pembelajar yang efektf. Berikut disampaikan beberapa cara untuk mempengaruhi seseorang agar mau bekerja keras, menanamkan keyakinan bahwa banyak bukt keberhasilan seseorang karena kerja keras. Apabila kita ditanya tentang keberhasilan kita, maka jawaban kita adalah berkat kerja keras, meanamkan keyakinan, warga sekolah harus bekerja keras agar yang dibutuhkan tercapai. Jangan mengharapkan sesuatu, jika tdak berbuat sesuatu, menanamkan keyakinan, saya ingin jadi orang yang bermanfaat. Banyak penganggur ingin bekerja, menentukan target yang harus dicapai, menunjukkan kerja keras untuk dijadikan contoh bagi siswa. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan. Semakin maju suatu wirausaha sekolah makan semakin banyak orang yang terdidik, maka semakin dirasakan pentngnya dunia wirausaha. Pembangunan akan lebih mantap jika ditunjang oleh wirausahawan yang berart karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Pemerintah tdak akan mampu menggarap semua aspek pembangunan karena sangat banyak membutuhkan anggaran belanja, personalia, dan pengawasannya. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi 8 ekonomi. Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat 1. Dengan adanya penjelasan UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 koperasi berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian yang tdak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional. Koperasi sekolah di SMP Negeri 2 Gunung Wungkal Kabupaten Pat adalah koperasi yang didirikan oleh para warga sekolah, baik kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, maupun siswa sebagai tempat pendidikan dan lathan berkoperasi di sekolah. Koperasi Sekolah tdak berbentuk badan hukum, tetapi mendapat pengakuan sebagai perkumpulan koperasi dari Kantor Departemen Koperasi. Ciri khas koperasi di SMP PGRI 6 SURABAYA, antara lain bentuknya badan usaha yang tdak berbadan hukum, anggotanya siswa-siswa sekolah tersebut, keanggotannya selama kita masih menjadi siswa, koperasi sekolah dibuka pada waktu istrahat khusus bagi petugasnya adalah siswa, karena sebagai lathan dan praktk berkoperasi, melath disiplin dan kerja, menyediakan perlengkapan siswa, mendidik siswa hemat menabung, dan tempat menyelanggarakan ekonomi dan gotong royong bagi warga SMP PGRI 6 SURABAYA Di samping itu, pelaksanaan operasional pelayanan koperasi di SMP PGRI 6 SURABAYA ditunjuk petugas yaitu dua guru yang siap melayani pada saat istrahat, dan dibantu dua orang tenaga tata usaha pada saat jam efektf pembelajaran, jika setap saat membutuhkan alat tulis, dan sejenisnya, sedangkan pengurus OSIS diberikan tugas untuk membantu melayani pada saat jam istrahat seara bergiliran. 2. Pengembangan kewirausahaan unit produksi di SMP PGRI 6 Surabaya Pengembangan kewirausahaan unit produksi di SMP PGRI 6 Surabaya memerlukan motvasi merupakan salah 9 satu alat atasan agar bawahan mau bekerja keras dan bekerja cerdas sesuai dengan yang diharapkan. Pengetahuan tentang motvasi membantu para Kepala dan guru untuk menumbuhkan motvasi baik bagi dirinya maupun warga sekolah. Kepala dan guru sebagai wirausahawan harus memiliki motvasi yang kuat untuk mencapai sukses bagi siswanya. Hal ini bertujuan untuk meraih sukses melalui motvasi yang kuat dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, mengembangkan potensi sekolah, menjadi contoh bagi warga sekolah. Sebelum memotvasi orang lain, kepala sekolah dan guyru untuk memotvasi diri sendiri terlebih dahulu, dengan cara antara lain berpikiran positf. Ketka mengkritk orang begitu terjadi ketdakberesan, tetapi kita lupa memberi dorongan positf agar mereka terus maju. Jangan mengkritk cara kerja orang lain kalau kita sendiri tdak mampu memberi contoh terlebih dahulu. Kepala dan guru dalam hal ini sebagai model, menciptakan perubahan yang kuat. Adanya kemauan yang kuat untuk mengubah situasi oleh diri sendiri. Mengubah perasaan tdak mampu menjadi mampu, tdak mau menjadi mau. Kata, âSaya juga bisaâ dapat membantu meningkatkan motvasi berprestasi. Kepala dan guru dalam hal ini sebagai agent of change. Kepala sekolah dan guru membangun harga diri. Banyak kelebihan kita sendiri yang tdak dimiliki orang lain, memantapkan pelaksanaan. Ungkapkan dengan jadwal yang jelas dan laksanakan, membina keberanian, kerja keras, kemandirian, dan bersedia belajar dari orang lain. Kepala sekolah dan guru selalu berusaha melakukan yang terbaik, dan mengeliminasi sikap suka menunda-nunda. Hilangkan sikap menunda-nunda dengan alasan pekerjaan itu terlalu sulit dan segeralah untuk memulai. Kepala sekolah dan guyru harus menumbuhkan kesadaran dan sikap pantang menyerah adalah daya tahan seseorang bekerja sampai sesuatu yang diinginkannya tercapai. Pantang menyerah adalah kombinasi antara bekerja keras dengan motvasi yang kuat untuk sukses. Orang yang 10 pantang menyerah selalu bekerja keras dan motvasi kerjanya juga tak pernah pudar. Kepala sekolah dan guru perlu memiliki sifat pantang menyerah agar tdak mudah putus asa dalam menyelesaikan permasalahan, menghadapi tantangan dan kendala yang ada di sekolahnya. Sudah banyak bukt hasil penelitan bahwa kepala dan guru yang memiliki sifat pantang menyerah akan mampu memajukan sekolahnya dengan sukses. Cara untuk menumbuhkan sifat pantang menyerah adalah dengan menguatkan hat diri sendiri dan warga dan guru agar tdak mudah berputus asa dalam mencapai sesuatu yang diinginkan, dan selalu menjaga kesehatan jiwa dan raga agar tdak mudah leth atau sakit. Motvasi kerja kepala sekolah dan guru adalah keinginan melakukan sesuatu untuk memenuhi kepentngan yang bersumber dari kebutuhan. Kepala dan guru perlu memiliki motvasi yang kuat agar sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dan menjadi teladan bagi warga dan guru. Tujuh cara memotvasi diri sendiri dan orang lain. Pantang menyerah adalah daya tahan seseorang bekerja keras sampai sesuatu yang diinginkannya tercapai. Kepala sekolah/ madrasah perlu memiliki sifat pantang menyerah agar tdak mudah putus asa dalam menghadapi tantangan, permasalahan, dan kendala yang dihadapi oleh dan guru. Cara untuk menumbuhkan sifat pantang menyerah adalah selalu menjaga kesehatan jiwa dan raga serta menguatkan hat untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Menurut Agus 20122, mengemukakan bahwa di samping tugas manajerial dan supervisi, kepala sekolah juga memiliki tugas kewirausahaan. Tugas kewirausahaan ini tujuannya adalah agar seko-lah memiliki sumbersumber daya yang mampu mendukung jalannya sekolah, khususnya dari segi finansial. Selain itu juga agar sekolah membudayakan perilaku wirausaha di kalangan warga sekolah, khususnya para siswa. 11 Salah satu tugas Kepala dan guru adalah menemukan solusi terbaik dalam menghadapi tantangan, permasalahan, dan kendala-kendala di dan guru. Untuk menemukan solusi terbaik tersebut, berikut disampaikan dua teori yang dapat dipraktkkan di dan guru Anda, yaitu kreatvitas dan pemecahan/solusi masalah. Seseorang yang kreatf memiliki ciri-ciri antara lain 1 cenderung melihat suatu persoalan sebagai tantangan untuk menunjukkan kemampuan diri; 2 cenderung memikirkan alternatf solusi/tndakan yang tdak dilakukan oleh orang-orang pada umumnya atau bukan sesuatu yang sudah biasa dilakukan; 3 tdak takut untuk mencoba halhal baru; 4 tdak takut dicemoohkan oleh orang lain karena berbeda dari kebiasaan; 5 tdak cepat puas terhadap hasil yang diperoleh; 6 toleran terhadap kegagalan dan frustasi; 7 memikirkan apa yang mungkin dapat dilakukan atau dikerjakan dari suatu kondisi, keadaan atau benda; 8 melakukan berbagai cara yang mungkin dilakukan dengan tetap berdasar pada integritas, kejujuran, menjunjung sistem nilai, dan bertujuan positf. Kepala dan guru harus memiliki kreatvitas agar apa yang dilakukan membawa perubahan-perubahan baru kearah yang lebih bagi sekolahnya dan memiliki alternatf solusi terbaik untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Beberapa cara untuk mengembangkan/ meningkatkan kreatvitas siswa, antara lain 1 mencurahkan perhatan dan pendapat brain storming adalah sebuah teknik untuk menghasilkan ide-ide baru; 2 mengubah ide-ide yang sudah ada; 3 mempelajari teknik berpikir kreatf dari buku-buku; 4 mengikut pendidikan dan pelathan kreatvitas dan mempraktkkannya; 5 bergaul dengan orang-orang yang kreatf; 6 pelajari proses perubahan ide; dan 7 apresiasi terhadap seni. Menurut Febrianto 20123, mengemukakan bahwa ciri-ciri kewirausahaan antara lain 1 Ingin mengatasi sendiri kesulitan dan persoalan-persoalan yang tmbul pada dirinya; 2 Selalu memerlukan umpan balik yang segera untuk melihat keberhasilan dan kegagalan; 3 12 Memiliki tanggungjawab personal yang tnggi; 4 Berani menghadapi risiko dengan penuh perhitungan; dan 5 Menyukai tantangan dan melihat tantangan secara seimbang. Lebih lanjut, Agus 20125, menambahkan bahwa Kompetensi kepala sekolah yang cukup sentral dan merupakan pokok dari keberlanjutan program sekolah diantaranya adalah kompetensi Kewirau-sahaan. Sebagai salah satu cara bagaimana sekolah mampu mewujudkan ke-mampuan dalam wirausahanya ini maka kepala sekolah harus mampu menun-jukkan kemampuan dalam menjalin kemitraan dengan pengusaha atau dona-tur, serta mampu memandirikan sekolah dengan upaya berwirausaha. Secara rinci kemampuan atau kinerja kepala sekolah yang mendukung terhadap per-wujudan kompetensi kewirausahaan ini, di antara mencakup a menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan dan guru; b bekerja ke-ras untuk mencapai keberhsilsan dan guru sebagai organisasi pembelajar yang efektf; c memiliki motvasi yang kuat untuk sukses dalam me-laksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin dan guru; d pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi dan guru; e memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/ jasa dan guru sebagai sumber belajar peserta didik. 3. Program Pengembangan Dari pengembangan hasil pembahasan kewirausahaan tersebut unit di usaha atas, yang meliput dan pengembangan kewirausahaan unit produksi di SMP Negeri 2 Gunung Wungkal Kabupaten Pat, penelit menawarkan program pengembangan sebagai berikut 1. Pengembangan kewirausahaan unit usaha di SMP PGRI 6 SURABAYA Pengembangan kewirausahaan unit usaha di SMP PGRI 6 SURABAYA agar dapat mencapai maksud dan tujuan 13 yang maksimal, maka koperasi menyelenggarakan usaha-usaha sebagai berikut a. Unit usaha pertokoan, menyediakan alat tulis-menulis, buku-buku siswa, pakaian seragam sekolah, alat-alat praktek sekolah, misalnya alat menggambar, alat olahraga, alat praktk biologi, alat praktk kimia dan lain-lain. b. Unit usaha kafetaria atau kantn, menyediakan minuman dan makanan ringan yang diperuntukan bagi guru dan siswa. c. Unit usaha simpan pinjam, mewajibkan para anggota siswa dan guru untuk membayar simpanan wajib secara teratur dan menggiatkan anggota untuk menabung atau menyimpan sukarela secara teratur agar mudah pengelolaannya. Bagi siswa dan guru yang membutuhkan pinjaman juga dilayani sesuai dengan kebuituhan yang diatur dalam komitmen bersama d. Unit usaha jasa, misalnya jasa fotokopi, jasa penjilidan, jasa pengetkan untuk melayani kepentngan guru dan siswa, sehingga tdak perlu keluar dari lingkungan sekolah. 2. Pengembangan kewirausahaan unit produksi di SMP PGRI 6 SURABAYA Pengembangan kewirausahaan unit produksi di SMP PGRI 6 SURABAYA memang belum tampak nyata dan belum dikelola dengan optmal, misalnya pelayanan jahitan seragam masih terbatas ditangani oleh beberapa guru keterampilan yang bekerjasama dengan penjahit di luar, yang seharusnya bisa dikelola bersama warga sekolah. selanjutnya, SMP PGRI 6 2 SURABAYA memilki lahan kosong seluas m yang hanya ditumbuhi rumput dan beberapa tanaman keras jat dan mahoni, yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk perkebunan buah, sayu mayur, dan apotk hidup, karena terbatasnya sumber daya manusia yang ada, sehingga 14 pengelolaannya perlu diprogramkan. Untuk itu, penelit menyampaikan penawaran program pengembangan unit produksi berupa penjahitan seragam sekolah, kepala sekolah dan guru perlu mengambil sikap dan inisiatf membentuk kelompok keterampilan yang anggotanya para siswanya diberikan lathan keterampilan mengukur pola dan keterampilan menjahit. 2 Selanjutnya terkait dengan lahan kosong seluas m milik 2 sekolah tersebut dimanfaatkan menjadi tga bagian, seluas m dapat 2 dimanfaatkan untuk tanaman buah, misalnya mangga seluas m untuk 2 tanaman sayur mayur, dan seluas m untuk tanaman apotk hidup. Pengembangan kewirausahaan unit produksi di SMP Negeri 2 Gunung Wungkal Kabupaten Pat dapat dilakukan melalui pentahapan sebagai berikut. 1 Melakukan evaluasi diri tentang tngkat/level kepemilikan kewirausahaan. Ini dapat dilakukan melalui pengisian daftar kualitas kewirausahaan atau menjawab sejumlah pertanyaan tentang kewirausahaan yang dilakukan setulus-tulusnya dan sejujur-jujurnya; 2 Berdasarkan hasil evaluasi diri profil diri jiwa kewirausahaan, selanjutnya ditempuh melalui berbagai upaya yang disebut âbelajar; dan 3 Mempelajari kewirausahaan dapat dilakukan melalui berbagai upaya, misalnya berpikir sendiri, membaca buku, jurnal, internet/web-site, magang, kursus pendek, belajar dari wirausahawan sukses, pengamatan langsung dilapangan, dialog dengan wirausahawan sukses, mengikut seminar, mengundang wirausahawan sukses, menyimak acara-acara kewirausahaan di televisi, atau cara-cara lain yang dianggap tepat bagi dirinya untuk mempelajari kewirausahaan. Dari program pengembangan kewirausahaan di SMP Negeri 2 Gunung Wungkal Kabupaten Pat dapat ditegaskan bahwa dalam pengembangan kewirausahaan, baik jasa maupun produkdi perlu memiliki rasa percaya diri yang kuat. Sifat-sifat utama di atas dimulai dari pribadi 15 yang mantap, tdak mudah terombang-ambing oleh pendapat dan saran orang lain, secara sadar mau menerima saran-saran orang lain. jangan menghindar dan menolak saran dan kritk orang lain, bahkan dapat memanfaatkannya sebagai masukan untuk dipertmbangkan, kemudian harus memutuskan segera untuk melangkah dan mengerjakan sesuatu yang produktf. Sebagai wirausahawan harus optmis dan percaya diri, dapat mempertmbangkan dengan jernih dan logis atas segala sesuatu yang akan diputuskan dan menjadi komitmen. Menurut Aidis Estrin, dan Mickiewicz 20081 menyatakan bahwa hubungan antara lingkungan kelembagaan dan pengembangan kewirausahaan secara empiris di Rusia, relatf bias berlangsung di Negara maju, transisi, dan negara berkembang lainnya. Sejumlah penelitan telah menunjukkan kerjasama berdampak terhadap perilaku kewirausahaan, untuk mengatasi kesenjangan. Benyamin 20101 dari Pusat Pengembangan Inisiatf Masyarakat Afrika menegaskan keuntungan kewirausahaan bagi pemuda dalam suatu organisasi yang berfokus pada pengembangan usaha yang dibentuk pada tahun 2004 untuk membantu pemuda miskin melalui kewirausahaan di Nigeria untuk membangun bisnis yang menciptakan lapangan kerja, pendapatan, dan peluang ekonomi bagi keluarga, masyarakat dan Negara melalui pelathan. Eddison 20123 mengemukakan bahwa Sebagai kontribusi terbesar, sekolah telah melaksanakan kewirausahaan untuk mendukung program akademis tertentu akan membuka kemungkinan baru yang luar biasa untuk seluruh bidang studi kewirausahaan. Ini juga akan memungkinkan program-saat kewirausahaan yang ada di sekolah yang melibatkan lebih dari 30 anggota dan lebih dari 20 program-untuk mencapai potensi penuh dengan meningkatkan penelitan, pengajaran, dan pengembangan. Ellerman 20063 menyebutkan bahwa pendidikan kewirausahaan 16 dalam ekonomi transisi perlu dilihat sebagai upaya sosial yang sangat luas maju di berbagai bidang sekolah dasar dan menengah, lembaga pendidikan orang dewasa, universitas, dan perguruan tnggi serta dalam domain yang luas pendidikan publik melalui elektronik dan cetak media. Menurut Jonsdottir 2010 4 menyatakan bahwa pendidikan kewirausahaan merupakan kontribusi yang signifikan terhadap upaya yang maksimal dalam memberikan bekal kemampuan dan kecakapan kepada siswa dalam mengembangkan kewirausahaan dan mengidentfikasi kesenjangan antara teori dan praktk, sehingga mampu menumbuhkan kemandirian. Menurut Kerala 2010 1 menyebutkan bahwa inisiatf merupakan sekuel kegiatan diciptakan untuk menumbuhkan budaya kewirausahaan, menghasilkan sesuatu yang daoat dibanggakan dan diandalkan untuk melaksanakan usaha dan kontribusinya bagi masyarakat. Menurut Babson 2012 1 mengatakan bahwa upaya mengembangkan keterampilan siswa sebagai bergairah, pengusaha motvasi diri dalam sebuah komunitas berbasis kerjasama dan mengembangkan keterampilan tertentu yang mampu memberikan bekal bagi siswa. Hasil penelitan Baylor University 2012 1, menyatakan bahwa program kewirausahaan berada di peringkat kedua di negeri Amerika Serikat, dan merupakan salah satu program tertua dari jenisnya. Siswa memperlajari kewirausahaan umumnya untuk mencapai cita-cita masa depan yang baik, memperoleh pekerjaan, bisnis yang memiliki potensi pertumbuhan yang tnggi. Para siswa utama membantu dalam mengidentfikasi pilihan karir yang layak dalam kewirausahaan, memperluas pengetahuan dasar mereka tentang proses kewirausahaan, dan mengembangkan keterampilan manajemen usaha. Simpulan Hasil penelitan dan pembahasan tentang âPengembangan 17 Kewirausahaan SMP Negeri 2 Gunung Wungkal Kabupaten Patâ, dapat disimpulkan sebagai berikut 1 Pengembangan kewirausahaan unit usaha di SMP Negeri 2 Gunung Wungkal Kabupaten Pat masih terbatas pada usaha koperasi sekolah yang masih terbatas pada pemenuhan sebagian kebutuhan siswa sepert alat tulis dan buku, belum menyentuh kebutuhan semua warga sekolah; 2 Pengembangan kewirausahaan unit produksi di SMP Negeri 2 Gunung Wungkal Kabupaten Pat masih terbatas pada kegiatan penjahitan seragam sekolah dan masih melibatkan tenaga penjahit dari luar, belum sepenuhnya dapat diselesaikan oleh warga sekolah sendiri. Di samping itu, pihak sekolah yang memiliki lahan kosong belum dimanfaatkan untuk unit produksi, misalnya untuk perkebunan buah, sayur mayur, dan apotk hidup. Berdasarkan kesimpulan tersebut, penelit menawarkan program pengembangan unit usaha berupa unit usaha pertokoan, unit usaha kafetaria atau kantn, unit usaha simpan pinjam, dan unit usaha jasa, misalnya jasa fotokopi, jasa penjilidan, jasa pengetkan. Sedangkan pengembangan unit produksi berupa memaksimalkan potensi warga sekolah dalam melayani penjahitan seragam sekolah 2 dan seragam dinas lainnya, serta memanfaatkan lahan kosong seluas m milik sekolah tersebut dimanfaatkan menjadi tga bagian, seluas m 2 dapat 2 untuk dimanfaatkan untuk tanaman buah, misalnya mangga seluas m 2 tanaman sayur mayur, dan seluas m untuk tanaman apotk hidup. Dari simpulan tersebut, penelit dapat menyampaikan implikasi sebagai berikut 1 Pengembangan kewirausahaan unit usaha di SMP PGRI 6 SURABAYA akan berhasil dengan baik, maka perlu didukung dengan optmalisasi potensi warga sekolah melalui kegiatan peningkatan keterampilan, kemandirian, dan penambahan jenis usahanya, misalnya pertokoan, usaha simpan pinjam, dan jasa fotokopi; 2 Pengembangan kewirausahaan unit produksi di SMP PGRI 6 SURABAYA akan berhasil jika bukan hanya pada kegiatan penjahitan seragam sekolah saja, tetapi dikembangkan pada seragam dinas, pemanfaatan lahan kosong dibudidayakan untuk tanaman produktf, misalnya tanaman buah mangga, sayur mayur, dan apotk hidup. 18 Dari simpulan dan implikasi tersebut, penelit dapat menyampaikan implikasi sebagai berikut 1 Bagi kepala sekolah dan guru, hendaknya selalu berupaya mengoptmalkan kemampuan kewirausahaan siswa melalui berbagai usaha dengan membekali keterampilan, kecakapan, pengetahuan, dan kemandirian yang kuat, sehingga siswa mampu merealisasikannya dengan baik dan berhasil serta memberikan manfaat bagi semua orang; 2 Bagi pemerintah hendaknya memberikan daya dukung berupa pendidikan dan pelathan bagi kepala sekolah, guru, dan perwakilan siswa tentang kewirausahaan di sekolah, sehingga mereka mampu memberikan manfaat ke depan bagi peningkatan kualitas pendidikan dan masa depan bangsa; 3 Bagi stakeholders, khususnya orangtua siswa hendaknya memberikan daya dukung dalam pengembangan kewirausahaan di sekolah melalui investasi yang sesuai dengan kebutuhan anak dan sekolah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar peserta didik di SDK Penabur dalam pelaksanaan program kewirausahaan terutama dalam penguasaan ketrampilan skills dan karakter serta perolehan nilai dalam ujian nasional. Penelitian ini menggunakan metode evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Design model dalam penelitian ini menggunakan model CIPP. Penelitian ini dilaksakan di SDK Penabur wilayah Jabodetabek. Hasil menunjukkan tiga aspek yang dievaluasi yakni hasil belajar siswa, respon orang tua, dan respon siswa. Pada aspek hasil belajar, semua kriteria dinyatakan telah terpenuhi. Adapun aspek respon orang tua dan siswa terdapat beberapa kriteria yang belum sesuai yakni kriteria orang tua dan siswa yang memahami hakekat, maksud dan manfaat dari penyelenggaraan program entrepreneurship. Implikasi dalam penelitian ini, diharapkan program entrepreneurship berdampak pada motivasi belajar siswa dan membudayakan kecakapan life skill siswa sekolah dasar Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 Jurnal Basicedu Volume 3 Nomor 3 Tahun 2019 Halaman 861-869 JURNAL BASICEDU Research & Learning in Elementary Education EVALUASI PROGRAM KEWIRAUSAHAAN DI SDK PENABUR Gendis Woro Pawestri1, M. Syarif Sumantri2, Erry Utomo3 Universitas Negeri Jakarta, Indonesia Email Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar peserta didik di SDK Penabur dalam pelaksanaan program kewirausahaan terutama dalam penguasaan ketrampilan skills dan karakter serta perolehan nilai dalam ujian nasional. Penelitian ini menggunakan metode evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Design model dalam penelitian ini menggunakan model CIPP. Penelitian ini dilaksakan di SDK Penabur wilayah Jabodetabek. Hasil menunjukkan tiga aspek yang dievaluasi yakni hasil belajar siswa, respon orang tua, dan respon siswa. Pada aspek hasil belajar, semua kriteria dinyatakan telah terpenuhi. Adapun aspek respon orang tua dan siswa terdapat beberapa kriteria yang belum sesuai yakni kriteria orang tua dan siswa yang memahami hakekat, maksud dan manfaat dari penyelenggaraan program entrepreneurship. Implikasi dalam penelitian ini, diharapkan program entrepreneurship berdampak pada motivasi belajar siswa dan membudayakan kecakapan life skill siswa sekolah dasar. Kata Kunci Evaluasi Program, entrepreneurship, siswa sekolah dasar. Abstract This study aims to determine the learning outcomes of students in SDK Penabur in the implementation of entrepreneurship programs especially in mastering skills and character as well as obtaining scores in national examinations. This study uses an evaluation method with a qualitative approach. The design model in this study used the CIPP model. This research was conducted at SDK Penabur in the Jabodetabek area. The results show three aspects evaluated, namely student learning outcomes, parental responses, and student responses. In aspects of learning outcomes, all criteria are stated to have been fulfilled. The aspects of the response of parents and students are several criteria that are not yet appropriate, namely the criteria of parents and students who understand the nature, purpose and benefits of implementing entrepreneurship programs. The implication in this study is that entrepreneurship programs are expected to have an impact on students' learning motivation and cultivate the skills of life skills of elementary school students. Keywords Program Evaluation, entrepreneurship, elementary school students. Jurnal Basicedu Prodi PGSD FIP UPTT 2019 ïȘ Corresponding author Address ISSN 2580-3735 Media Cetak Email ISSN 2580-1147 Media Online Phone - 861 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur â Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 PENDAHULUAN Adanya perkembangan dan kebutuhan diadakannya revisi Kurikulum 2013 pada satuan pendidikan di Indonesia. Hal itu dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan dan menyiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan di masa depan. Karakteristik guru abad 21 ke dalam 5 kategori, yaitu 1 mampu memfasilitasi dan menginspirasi belajar kreatifitas peserta didik 2 merancang dan mengembangkan pengalaman belajar dan assesmen era digital 3 menjadi model cara belajar dan bekerja di era digital 4 mendorong dan menjadi model tanggung jawab dan masyarakat digital 5 berpartisipasi dalam pengembangan dan kepemimpinan. Daryanto & Karim, 20173. Menurut OECD, 2015, merekomendasikan bahwa negara-negara harus memiliki muatan pelajaran kewirausahaan di semua tingkat pendidikan. Pembelajaran yang terintegrasi dengan pendidikan kewirausahaan tidak hanya terbatas pada konteks kognisi, tetapi juga mewujudkan sumber daya manusia yang memiliki life skills yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari di masa mendatang. Kecakapan hidup yang telah dimiliki peserta didik diperoleh tidak sebatas pengetahuan saja yang dihafalkan tetapi juga paham bagaimana cara menggunakan pengetahuan tersebut untuk memecahkan permasalahan sehari-hari Kasapoglu, Didin, & Life, 2019; Kurtdede-fidan, 2018. Kewirausahaan entrepreneurship menjadi salah satu program utama yang dicanangkan pemerintah Indonesia dalam bidang pendidikan saat ini. Hal ini dilakukan untuk dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan stabilitas perekonomian bangsa yang berdampak pada pencapaian kesejahteraan masyarakat. Entrepreneurship sebagai proses seseorang atau sekelompok orang memikul resiko ekonomi untuk menciptakan organisasi baru yang akan mengeksploitasi teknologi baru atau proses inovasi yang menghasilkan nilai untuk orang lain Wijatno, 2009. Menurut Pearson, 2014, entrepreneurship terdapat empat aspek dasar ; 1 entrepreneurship melibatkan proses penciptaan, artinya menciptakan sesuatu yang baru 2 entrepreneurship memerlukan waktu dan usaha, para entrepreneur selalu menghargai waktu dan berusaha menciptakan sesuatu yang baru secara maksmal menjadi pedoman dalam proses kegiatan 3 entrepreneurship memiliki resiko tertentu, bentuk resiko pada area ini antara lain resiko keuangan, resiko psikologi dan resiko sosial 4 entrepreneurship melibatkan imbalan sebagai entrepreneur , imbalan yang paling penting adalah indepedensi, diikuti oleh kepuasan pribadi Wijaya,2017. Entrepreneur merujuk pada pribadi yang berani dalam menciptakan sesuatu serta berani mengambil segala resiko dalam proses entrepreneurship Kuswantoro,2014. Kewirausahaan memiliki tiga indikator utama, yaitu berpikir sesuatu hal yang baru kreatif, bertindak melakukan sesuatu yang baru inovatif, serta ingin menciptakan nilai tambah Wijaya, 2017. Secara sederhana arti wirausahawan entrepreneur adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan Rajawali, 200916. Berdasarkan arti tersebut, peserta didik diajarkan juga untuk berani mengambil resiko dalam mempraktekkan kegiatan entrepreneurship, sekalipun hasilnya kurang maksimal setidaknya mereka mau mencoba membuatnya. Praktik pendidikan kewirausahaan, seringkali diusulkan bahwa pembelajaran dalam pendidikan kewirausahaan harus dilakukan melalui proses kewirausahaan mirip dengan bagaimana pengusaha belajar. Pedagogik yang diterapkan pada pendidikan kewirausahaan harus dibangun di 862 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur â Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 atas peran aktif peserta didik dalam proses pembelajaran. Informasi harus dibuat secara kolaboratif, dan kegagalan harus diterima sebagai bagian dari proses pembelajaran. Metode kerja harus mengaktifkan proses dan refleksi pembelajaran yang dibagikan peserta didik Plum, 2014; Shavinina, 2013; Ruskovaara &Pihkala, 2015 Perkembangan anak sejak lahir sampai dewasa mengalami tiga periode lamanya yang didasarkan atas gejala perkembangan jasmani dan masing-masing tujuh tahun, yaitu Fase I dari 0 sampai 7 tahun, masa anak kecil ke masa bermain. Fase II dari 7-0 sampai 14 tahun, masa anak belajar atau masa sekolah rendah. Fase III dari 14 sampai 21tahun, masa remaja atau pubertas Syah, 2010186. Fase II inilah peserta didik sekolah dasar mengisi masa belajarnya dengan mengembangkan jiwa kewirausahaannya di sekolah. Dengan harapan, peserta didik memberikan ide-ide kreatif yang dimilikinya Anderson & Jeffery, 1998 . Sekolah dasar di Jakarta yang telah mengintegrasikan pendidikan kewirausahaan dengan kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran, salah satunya adalah yayasan BPK Penabur. Dalam lima tahun terakhir ini BPK Penabur menjalankan program Entrepreneurship di beberapa cabang sekolah, pada jenjang sekolah dasar. Pelaksanaan pendidikan yang berwawasan kewirausahaan ditandai dengan proses pembentukan kecakapan hidup life skill pada peserta didiknya melalui kurikulum terintegrasi yang dikembangkan di sekolah. Adapun masalah dalam penelitian ini ialah, bagaimana hasil belajar peserta didik di SDK Penabur dalam pelaksanaan program kewirausahaan terutama dalam penguasaan ketrampilan skills dan karakter serta perolehan nilai dalam ujian nasional. METODE Penelitian evaluatif ini dilaksakan di SDK Penabur wilayah Jabodetabek. Sekolah ini dipilih karena baru melaksanakan program entrepreneurship selama 5 tahun terakhir. Penelitian evaluatif ini secara khusus bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang terkait dengan keterlaksanaan program entrepreneurship di SDK Penabur Jakarta. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan metode evaluasi dengan pendekatan kualitatif. Model evaluasi CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebeam ini merupakan model evaluasi yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. CIPP adalah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu Context evaluation, Input evaluation, Process evaluation, dan Product evaluation. Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. HASIL DAN PEMBAHASAN BPK Penabur adalah salah satu Yayasan Pendidikan yang memiliki perhatian tinggi terhadap pendidikan entrepreneurship. Hal ini ditunjukkan melalui pelaksanaan program entrepreneurship di beberapa cabang sekolah, pada jenjang sekolah dasar. Menurut keterangan Kepala Sekolah SDK Penabur Kota Wisata, sekolah yang pertama kali melaksanakan program entrepreneurship di lingkungan Penabur adalah SDK Bintaro Jaya dan SDK 9 Penabur yang ada di Harimun. Implementasi program entrepreneurship ini kemudian berkembang ke sekolah-sekolah lain seperti SDK Depok, SDK Bekasi, SDK Jababeka dan SDK Kota Wisata. 863 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur â Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 Agar mengevaluasi program unggulan yang dimiliki oleh Penabur khususnya yang diselenggarakan di SDK Penabur Kota Wisata, maka dilakukanlah kajian terhadap tiap-tiap komponen dalam program tersebut meliputi konteks, input, proses, dan produk/ hasil penyelenggaraan program unggulan tersebut. Proses evaluasi pada konteks program entreprenurship di SDK Penabur Kota Wisata ini berfokus pada landasan program, visi dan misi sekolah, serta tujuan dan sasaran yang akan dicapai dari keberlangsungan program tersebut di sekolah. Evaluasi pada konteks program entreprenurship berupaya memberikan gambaran dan rincian terhadap kebutuhan sekolah yang ingin dipenuhi serta tujuan yang ingin dicapai goals. Hasil wawancara bersama Kepala Sekolah, diperoleh keterangan bahwa landasan utama dari diselenggarakannya program entreprenurship ini terdiri dari dua hal, yakni kebutuhan sekolah dan arahan formal berupa visi dan misi sekolah. Program entreprenurship yang diselenggarakan sejak 5 tahun belakangan ini didasari pada kebutuhan sekolah untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki karakter kreatif, inovatif, mandiri, berani, bertanggung jawab dan pantang menyerah. Melalui penanaman kualitas-kualitas entreprenurship sejak dini diharapkan siswa kelak dapat menghadapi tantangan dan peluang yang semakin tinggi intensitasnya pada era sekarang ini. Selain itu, hasil wawancara bersama guru mengungkapkan bahwa guru memiliki pemahaman yang sama akan hakekat dan tujuan dilaksanakannya program entreprenurship yakni untuk membentuk karakter peserta didik bukan sekedar untuk mencari uang, berdagang, atau menjadi pengusaha. Pemikiran di atas secara langsung bersesuaian dengan pernyataan visi yang diusung oleh SDK Penabur yakni, âterwujudnya sekolah berdasarkan nilai-nilai Kristiani dengan membangun SDM yang terdidik, berkarakter, serta berkompeten untuk meraih masa depan yang penuh harapanâ. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SDK Penabur Kota Wisata, program entreprenurship sangat relevan untuk diselenggarakan demi mencapai visi yang telah ditetapkan oleh sekolah terutama pada aspek pembentukan karakter dan kompetensi masa depan. Selain itu, program entreprenurship turut melibatkan para pemangku pementingan dalam setiap kegiatannya. Hasil wawancara bersama Kepala Sekolah mengungkapkan bahwa di antara pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan entreprenurship adalah pihak yayasan dan orang tua melalui komite sekolah. Yayasan memiliki peran penting dan signifikan bagi terselenggaranya program entreprenurship di SDK Penabur. Berdasarkan data yang diperoleh dari kepala sekolah dan membandingkannya dengan kritera evaluasi dapat dibuktikan bahwa peran yayasan telah sesuai dengan criteria. Selain yayasan, pihak yang berperan dalam pelaksanaan program entreprenurship adalah Komite Sekolah. Komite Sekolah pada dasarnya memiliki peran sebagai pemberi pertimbangan, pendukung, pengontrol, dan penghubung antara sekolah dengan orang tua murid. Salah satu guru yang diwawancarai menjelaskan bahwa SDK Penabur Kota Wisata memiliki struktur Komite Orang Tua Murid. Meski terdapat keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan entreprenurship seperti memberi dukungan property, peran Komite dinilai belum terlalu signifikan. Komite baru dilibatkan hanya pada saat-saat tertentu khususnya ketika akan diselenggarakan suatu event namun kurang dilibatkan secara aktif dalam rapat-rapat pengambilan keputusan dalam pelaksanaan program. Artinya jika dibandingkan dengan criteria evaluasi maka peran yang dijalankan oleh Komite belu 864 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur â Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 Meski begitu, Kepala Sekolah menjelaskan bahwa telah disusun upaya-upaya spesifik untuk meningkatkan peran dan keterlibatan pemangku kepentingan khususnya dari kalangan orang tua murid. Kepala Sekolah menyatakan bahwa mulai tahun ini SDK Penabur Kota Wisata telah mengajak orang tua siswa untuk menyusun proyek-proyek entreprenurship bersama siswa dalam satu tahun ke depan. Proses evaluasi pada input/ masukan program entreprenurship di SDK Penabur Kota Wisata ini berfokus pada prosedur rekruitmen peserta didik, rekruitmen tenaga pendidik, pengembangan kurikulum, ketersediaan sarana dan prasarana sekolah, pengelolaan dan pembiayaan dalam pelaksanaan program kewirausahaan di SDK BPK Penabur. Kualitas input suatu program bergantung pada mekanisme dan prosedur organisasi dalam menerima masukan. Hasil wawancara bersama Kepala Sekolah dan Guru, rekrutmen peserta didik di SDK Penabur Kota Wisata memiliki mekanisme rekrutmen siswa baru. Berdasarkan dokumen yang ditunjuk oleh Kepala Sekolah, di antara mekanisme tersebut harus memenuhi syarat administrative dan akademis. Syarat administrative memuat identitas diri siswa dan pengisian formulir pendaftaran. Pemenuhan syarat akademis memiliki dua cara. Bagi siswa dalam dari TK Penabur yang hendak melanjutkan pendidikannya di SDK Penabur bisa masuk tanpa tes dan observasi sedangkan siswa luar diharuskan mengikuti proses observasi, tes psikologi dan tes materi Dasar Matematika dan Bahasa Indonesia. Proses observasi dan tes yang dilaksanakan ditujukan untuk memperoleh calon siswa potensial. Kepala Sekolah menjelaskan bahwa criteria potensial di sini tidak berarti mempersyaratkan kemampuan akademik yang tinggi dari calon peserta didik, melainkan cukup dengan mengambil tingkat kemampuan anak secara rata-rata. Selain itu, tidak ada persyaratan usia khusus bagi calon siswa baru. Persyaratan usia mengikuti kebijakan dan aturan dari pemerintah. Pihak Penabur menegaskan bahwa tidak ada pengelompokkan siswa berdasarkan tingkat kemampuan akademisnya setiap anak dikelompokkan ke dalam masing-masing kelas secara acak random. Berdasarkan hasil penelitian dan membandingkannya dengan kriteria evaluasi yang ditetapkan maka prosedur rekrutmen siswa baru dinyatakan sesuai dengan kriteria kebijakan dari Penabur. Artinya terdapat kesesuaian antara temuan di lapangan dengan kriteria evaluasi yang ditetapkan. Pada aspek kurikulum, keberhasilan program entreprenurship yang terintegrasi dengan kurikulum 2013 dapat diketahui melalui kesesuaiannya dengan pedoman penyusunan kurikulum. Dokumen kurikulum di SDK Penabur Kota Wisata menunjukkan bahwa program entreprenurship dilaksanakan secara tematik dan terintegrasi dengan kurikulum 2013 pada semua mata pelajaran khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, SBDP, dan Olahraga. Kepala Sekolah menjelaskan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara program entreprenurship yang menjadi identitas dari SDK Penabur dengan sekolah-sekolah entreprenurship yang lain. Penabur memiliki satu tema besar yang menjadi payung bagi sekolah-sekolah entreprenurship dimana masing-masing sub tema yang dikembangkan oleh masing-masing sekolah dapat saling berkombinasi dan menghasilkan kreativitas yang luar biasa. Pada tahun ini, misalnya, Penabur menetapkan Go Green sebagai payung besar dari tema program entreprenurship-nya . Melalui payung besar ini, sekolah-sekolah entreprenurship di lingkungan penabur dituntut untuk mengembangkan proyek dan hasil yang variatif dan tidak sama meskipun berada dalam satu tema besar yang sama. Go green yang di kota 865 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur â Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 wisata, misalnya, akan berbeda kegiatan dan hasil kegiatannya dengan berbeda dengan Go Green yang ada di Bintaro Jaya. Berdasarkan keterangan tersebut dapat dinyatakan bahwa tema dalam kurikulum entreprenurship sesuai dengan kriteria evaluasi yakni memiliki keunikan dan ciri khas yang memebdakan SDK Penabur dengan sekolah-sekolah entreprenurship yang lain. Data yang diperoleh dari informan kunci menunjukkan bahwa SDK Penabur memiliki mekanisme evaluasi pada setiap jenjang. Evaluasi dilakukan secara hierarkies, mulai dari evaluasi oleh masing-masing guru pada tiap jenjang kemudian dilakukan evaluasi bersama Kepala Sekolah dan Wakil. Kepala Sekolah menjelaskan bahwa evaluasi atas program entreprenurship dilakukan melalui kegiatan âJumatanâ yang dilaksanakan satu kali dalam satu pean. Namun, karena masih ada kendala pada proses penjadwalan maka waktu evaluasi masih bersifat fleksibel dalam rentang waktu satu kali dalam satu pekan. Data ini terkonfirmasi oleh dokumen presensi kegiatan evaluasi yang dilaksanakan dalam rentang waktu satu minggu sekali. Temuan di atas sesuai dengan kriteria evaluasi yakni adanya mekanisme evaluasi pada setiap kegiatan entreprenurship. Program entreprenurship menyasar pada kompetensi dan keahlian yang spesifik oleh sebab itu juga mensyaratkan criteria tenaga pengajar yang juga memiliki keahlian yang spesifik. Atas dasar pemikiran tersebut, peneliti menetapkan profil dan proses rekrutmen yang sesuai kebutuhan program sebagai salah satu kriteria keberhasilan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah tidak dijumpai adanya syarat khusus bagi calon tenaga pendidik. Rekrutmen guru di sekolah entreprenurship SDK Penabur dijalankan sebagaimana sekolah-sekolah lain dilingkungan Penabur. Artinya, tidak ada ketentuan atau syarat-syarat khusus bagi calon tenaga pendidik. Keterangan ini menunjukkan bahwa mekanisme perekrutan guru baru di SDK Penabur tidak sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Meski begitu, guru baru di SDK Penabur akan diikutkan ke dalam pelatihan-pelatihan. Pelatihan yang diberikan meliputi seminar, workshop entreprenurship, hingga personal development atau pengembangan diri. Pelatihan yang diberikan untuk guru baru dilaksanakan setelah proses rekrutmen sedangkan pelatihan guru secara keseluruhan diberikan dua kali yakni satu kali di awal tahun dan satu kali di pertengahan tahun. Sarana prasarana memiliki peran yang sangat penting bagi keberlangsungan suatu program pendidikan. Sarana dan prasarana memuat sejumlah criteria yang harus dipenuhi agar program pendidikan dapat terselenggaran secara efektif. Kriteria pertama adalah ketersediaan sarana prasarana dalam mendukung keberlanjutan program entreprenurship. Hasil evaluasi di atas menunjukkan bahwa sarana prasarana SDK Penabur sudah memadai dan sesuai dengan criteria evaluasi. Penyusunan anggaran dan pembiayaan SDK Penabur dilaksanakan secara mandiri oleh masing-masing sekolah berdasarkan tingkat kebutuhan. Kepala Sekolah menjelaskan bahwa yang berwenang menyusun anggaran sekolah adalah Kepala Sekolah dan disusun berdasarkan tingkat kebutuhan program selama satu tahun. Anggaran tersebut kemudian diajukan, disahkan dan dialokasikan ke masing-masing sekolah oleh Yayasan. Kriteria keberhasilan selanjutnya adalah adanya dukungan pemerintah yang ditunjukkan dengan adanya bantuan operasional khusus yang menunjang kegiatan entrepreneurship. Menurut temuan di lapangan dan pernyataan Kepala Sekolah sama sekali tidak ada intervensi dan bantuan operasional apapun dari pemerintah. Kenyataan ini menunjukkan bahwa SDK Penabur 866 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur â Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 belum memenuhi salah satu criteria keberhasilan yakni adanya bantuan operasional dari pemerintah. Evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana apakah sesuai dengan rencana. Hal itu dilakukan dikarenakan ketika sebuah program telah disetujui dan dimulai, maka dibutuhkanlah evaluasi proses dalam menyediakan umpan balik feedback bagi orang yang bertanggung jawab dalam melaksanakan program tersebut. Pada aspek ini peneliti mengevaluasi beberapa criteria keberhasilan di antaranya dilaksanakannya kegiatan eksplorasi, observasi, penemuan gagasan, dan formulasi gagasan dalam proses pembelajaran. Pelaksanan discovery juga terbukti telah memenuhi criteria observasi. Kenyataan ini terkonfirmasi melalui kajian terhadap RPP dan pengamatan di kelas. Guru selalu member perbandingan di kelas antara konsep yang dipelajari siswa di kelas dengan potret-potret kenyataan empiris yang disampaikan ke dalam contoh dan permisalan yang menarik. Menurut hasil pengamatan di kelas didapati keterangan yang menunjukkan bahwa gagasan yang diformulasikan oleh siswa pada aspek sebelumnya dikembangkan ke dalam proyek entrepreneurship dengan melahirkan produk kreatif berupa pengolahan bahan bekas yang ramah lingkungan. Gagasan ini kemudian ditindaklanjuti dengan menelusuri tahap-tahap yang harus dilewati untuk mengolah bahan bekas dan melakukan perkiraan biaya dan manfaat dari proyek pengolahan bahan bekas tersebut. Berdasarkan hasil observasi di atas diperoleh keterangan bahwa aspek design telah memenuhi masing-masing criteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Melalui hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa setelah merancang proyek entrepreneurship siswa diminta oleh guru untuk menetapkan standar berupa waktu penyelesaian, prosedur berupa tata cara menyelesaikan, dan kemudian mengkomunikasikan karya inovatif yang dibuat siswa melalui presentasi di depan keterangan di atas diketahui bahwa aspek âdoâ telah memenuhi criteria keberhasilan yang ditetapkan. Pada aspek ini peneliti mengevaluasi beberapa criteria keberhasilan di antaranya dilaksanakannya kegiatan merangkum, merefleksi, menerima umpan balik, dan menindaklanjuti hasil pembelajaran. Selama melakukan proses observasi terhadap proses pembelajaran di SDK Penabur Kota Wisata peneliti melihat adanya proses evaluasi yang dilakukan oleh guru. Proses evaluasi dilakukan untuk member perbaikan-perbaikan terhadap proses dan hasil yang diperoleh siswa selama melaksanakan proyek entrepreneurship secara tematik dan terintegrasi. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan entrepreneurship pada aspek evaluasi juga memenuhi criteria keberhasilan. Evaluasi produk bertujuan mengukur dan mengintrepretasikan capaian-capaian program. Evaluasi produk menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi pada input. Aspek hasil belajar memuat beberapa criteria keberhasilan di anataranya adalah mekanisme pelaporan hasil belajar dan tingkat perkembangan peserta didik. Menurut keterangan Kepala Sekolah SDK Penabur Kota Wisata, mekanisme pelaporan hasil belajar entrepreneurship tidak memiliki perbedaan dengan sekolah lain yakni melalui pembagian raport. Kepala Sekolah dan beberapa guru yang diwawancarai sepakat bahwa trend perkembangan hasil belajar peserta didik sangat dinamis karena beragamnya minat dan bakat peserta didik ke dalam berbagai tema dan mata pelajaran. Meski begitu trend menunjuk pada arah yang positif dimana siswa keas 6 SDK Penabur 867 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur â Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 entrepreneurship memiliki daya saing yang tinggi. Ini terbukti dengan semakin tingginya jumlah peserta didik yang mampu bersaing di tingkat selanjutnya. Hasil temuan evaluasi di atas menunjukkan bahwa evaluasi produk pada aspek hasil belajar telah memenuhi criteria keberhasilan yang ditetapkan. Berdasarkan hasil temuan penelitian SDK Penabur Kota Wisata telah menetapkan landasan formal yang jelas berupa buku pedoman, prosedur, dan petunjuk teknis pelaksaan program entrepreneurship di sekolah. Inti dari tujuan diselenggarakannya program entrepreneurship di sana bukan untuk mengarahkan jalan hidup siswa agar menjadi pengusaha melainkan untuk membentuk karakter siswa yang kreatif, inovatif, mandiri, berani mengambil risiko, dan bertanggungjawab. Temuan tersebut juga diperkuat oleh Gofen & Blomqvist, 2013; Hegarty & Jones, 2008; Siregar, 2018 yang menegaskan bahwa program entrepreneurship dikreasikan atas dasar kebutuhan yang tinggi akan pembentukan karakter peserta didik yang memiliki kualitas entrepreneurship sebagaimana yang telah disebutkan di atas karena munculnya tantangan-tantangan baru sebagai konsekuensi atas bergeraknya revolusi industri global menuju generasi ke empat. Selain daripada itu, hasil studi dokumen menunjukkan bahwa penyelenggaraan program entrepreneurship sejalan dan selaras dengan visi dan misi yang diusung oleh SDK Penabur. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kurikulum di SDK Penabur Kota Wisata adalah kurikulum nasional plus dimana di dalam kurikulum 2013 diintegrasikan sejumlah muatan-muatan entrepreneurship yang tersaji dalam format tematik. Meski memiliki sejumlah perbedaan mendasar dari sisi konsepsional dan teknis dengan sekolah regular, sekolah entrepreneurship khususnya SDK Penabur Kota Wisata mengaku tidak menjumpai kesulitan yang berarti baik dalam menyusun maupun mengimplementasikan kurikulum ke dalam pembelajaran di kelas. Hasil wawancara bersama Kepala Sekolah dan guru juga menunjukkan bahwa masih ada beberapa masalah dan kendala yang dihadapi Penabur dalam menyelenggarakan program entrepreneurship yakni manajemen waktu, kapasitas tenaga pendidik, dan kemampuan siswa. Pada aspek manajemen waktu, Kepala Sekolah dan guru menyatakan masih sangat kesulitan membagi waktu secara efektif antara mengejar ketuntasan materi dengan melaksanakan program entrepreneurship. Kesulitan-kesulitan dalam membagi waktu ini berdampak pada penyelesaian materi yang tidak tuntas sehingga dikhawatirkan akan memberi kerancuan pada siswa dalam memahami hakekat dan tujuan diselenggarakannya program entrepreneurship itu sendiri Connor & Connor, 2015; Plum, 2014. Kendala lain adalah dari segi kapasitas tenaga pendidik dan terdapatnya kerancuan pemahaman orang tua siswa dan siswa akan hakekat dan tujuan dari penyelenggaraan program entrepreneurship. Hal ini diperkuat oleh Lee & Lai, 2010; Longman et al., 2015; Schmitt, 2004 yang menyatakan bahwa kolaboratif dalam pelaksanaan entrepreneurship akan merasa nyaman jika kemitraan seperti peran orang tua dan lingkungan yang mendukung SIMPULAN Berdasarkan hasil evaluasi program entrepreneurship di SDK Penabur dengan menggunakan model CIPP diperoleh kesimpulan sebagai berikut Pada komponen konteks terdapat satu aspek tidak sesuai dengan satu kriteria yang ditetapkan yaitu peran pemangku kepentingkan sedangkan dua 868 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur â Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 aspek lainnya telah sesuai dengan yang ditetapkan. Pada komponen input pada aspek peserta didik terdapat kriteria yang tidak terpenuhi yaitu adanya batasan usia peserta didik. Sedangkan pada aspek kurikulum ada satu kriteria yang tidak terpenuhi yaitu adanya pemantauan dari dinas pendidikan. Pada aspek tenaga pendidikan kriteria yang tidak terpenuhi adalah adanya persyaratan khusus bagi calon tenaga pendidik. Aspek pembiayaan tidak memenuhi kriteria tidak adanya pembiayaan dari pemerintah. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua kriteria sarana prasarana dinyatakan telah sesuai. Pada komponen proses hasil evaluasi menunjukkan bahwa masing-masing aspek seluruhnya telah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Pada aspek produk semua kriteria dinyatakan telah terpenuhi. Adapun aspek respon orang tua dan siswa terdapat beberapa kriteria yang belum sesuai yakni kriteria orang tua dan siswa yang memahami hakekat, maksud dan manfaat dari penyelenggaraan program entrepreneurship. DAFTAR PUSTAKA Daryanto, & Karim, S. 2017. Pembelajaran Abad 21. Jakarta Gava Media. et al. Teaching and Teacher Education, 64291-304,2017. Diakses dari Anderson, K., & Jeffery, V. 1998. What Are Good Child Outcomes ? Education Resources Information Center, 1â40. Connor, D. O., & Connor, D. O. 2015. The golden thread educator connectivity as a central pillar in the development of creativity through childhood education . An Irish life history study history study. International Journal of Primary, Elementary and Early Years Education ISSN, 313, 1â12. Daryanto, & Karim, S. 2017. Pembelajaran Abad 21. Jakarta Gava Media. Gofen, A., & Blomqvist, P. 2013. Parental entrepreneurship in public education a social force or a policy problem ? Journal of Education Policy, 294, 546â569. Hegarty, C., & Jones, C. 2008. Graduate entrepreneurship more than child â s play. Emerald, 507, 626â636. Kasapoglu, K., Didin, M., & Life, M. 2019. Life Skills as a Predictor of Psychological Well-Being of Pre-Service Pre-School Teachers in Turkey. International Journal of Contemporary Educational Research Volume, 61, 70â85. Kurtdede-fidan, N. 2018. Life Skills from the Perspectives of Classroom and Science Teachers. International Journal of Progressive Education, 141, 32â55. Lee, L., & Lai, C. 2010. An Exploratory Survey of Prospective Childcare Givers â Entrepreneurial Potential in Taiwan. In International Conference on Business and Information pp. 1â11. Kitakyushu, Japan. Longman, P., Mundy, L., Black, R., Bornfreund, L., Byrum, G., Cramer, R., ⊠Mccarthy, M. A. 2015. The Case for Building a Social Policy Centered on Families. In Family Centered Social Policy pp. 1â22. OECD. 2015. PISA 2015 Results Volume IV Studentsâ Financial Literacy Vol. IV. Pearson, R. 2014. Social Enterprises and Social Sector Workforces. In Workforce Initiatives Discussion pp. 1â4. Social Change Group. Plum, M. 2014. A globalisedâ curriculum â international comparative practices and the preschool child as a site of economic optimisation. Studies in the Cultural Politics OfEducation, 354, 570â583. Rajawali. 2009. Kewirausahaan. Jakarta Rajawali Pers. Ruskovaara, E., & Pihkala, T. 2015. Entrepreneurship Education in Schools Empirical Evidence on the Teacherâs Role. The Journal of Educational Research, 1083, 236â249. 869 Evaluasi program kewiraushaan di SDK Penabur â Gendis Woro Pawestri, M. Syarif Sumantri, Erry Utomo Jurnal Basicedu Vol 3 No 3 Tahun 2019 p-ISSN 2580-3735 e-ISSN 2580-1147 Schmitt, E. 2004. Pathways to successful entrepreneurship Parenting , personality , early entrepreneurial competence , and interests, 65, 498â518. Shavinina, L. 2013. How to develop innovators ? Innovation education for the gifted. Gifted Education International, 291, 54â68. Siregar, Y. E. Y. 2018. Self Regulation , Emotional Intelligence acWith Character Building In Elementary School. In Advances in Social Science, Education and Humanities Research Vol. 251, pp. 315â318. Atlantis Press. Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung PT. Remaja Rosdakarya. Wijatno, S. 2009. Pengantar Entrepreneurship. Jakarta PT. Grasindo. Wijaya, D. 2017. Pendidikan Kewirausahaan. Yogyakarta Pustaka Belajar. ... Penelitian yang dilakukan oleh Pawestri et al., 2020 menyatakan bahwa landasan utama agar diadakannya program kewirausahaan di sekolah adalah kebutuhan sekolah dan arahan formal berupa visi dan misi sekolah. Dari sini diketahui bahwa perangkat sekolah berperan sangat besar untuk dapat menciptakan kesempatan agar siswa dapat menerima pendidikan kewirausahaan di sekolahnya. ... Dadan NugrahaMeida Arriwani WulandariEpa YuningsihNovi SetianiPendidikan kewirausahaan mendidik peserta didik untuk memiliki karakter yang mandiri dan tidak bergantung pada orang lain untuk menjadi pekerja di perusahaan atau bisnis orang lain. Siswa yang memiliki karakter berwirausaha pun akan dapat memandang sesuatu dengan kritis dan kreatif sehingga selalu dapat melihat peluang dari suatu permasalahan yang terjadi. Penelian ini bertujuan untuk mengkaji mengenai penumbuhan karakter kewirausahaan melalui pengimplementasian pendidikan kewirausahaan di SD Negeri Margaluyu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualiatif deskriptif dengan teknik penelitian wawancara. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di SD Negeri Margaluyu melalui pengembangan diri dengan menerapkan karakter kreatif, mandiri, mampu memecahkan masalah, pantang menyerah, pengelolaan keuangan yang baik, dan bersosialisasi dengan orang banyak.... Sekolah dasar merupakan tempat pembelajaran bagi peserta didik untuk mendapatkan pendidikan karakter, termasuk dalam pembentukan karakter wirausaha Pawestri et al., 2019;Permana et al., 2021. Namun, dalam jenjang pendidikan dasar belum terdapat mata pelajaran kewirausahaan, sehingga karakter wirausaha sebaiknya diinternalisasikan dalam setiap mata pelajaran, latihan ekstra kurikuler, lingkungan, dan budaya sekolah Korhonen et al., 2012. ...Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan pembelajaran kecakapan hidup berbasis karakter kewirausahaan pada jenjang pendidikan dasar. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan sistem coding. Teknik pengumpulan data dalam kajian ini dilakukan melalui observasi dan juga wawancara. Informan dalam penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru di SDN 90 Mattumpu. Analisis data dengan sistem coding dilakukan dalam 2 tahap, yaitu initial coding dan focused coding. Hasil kajian ini menemukan bahwa guru di SDN 90 Mattumpu sudah mengetahui dan memahami pendidikan karakter kewirausahaan dan nilai-nilai kewirausahaan tetapi belum menerapkan secara maksimal. Temuan lain menunjukkan bahwa kepala sekolah dan guru SDN 90 Mattumpu mengakui bahwa nilai-nilai karakter kewirausahaan sangat penting untuk diterapkan kepada siswa-siswa agar mempunyai bekal dasar agar mereka mulai diperkenalkan dan tertarik dengan kegiatan berwirausaha. Pengembangan pembelajaran dalam persepktif pendidikan kewirausahaan pada jenjang pendidikan dasar diarahkan untuk pengembagan berbagai keterampilan akademik dan keterampilan sosial soft skill yang terinternalisasi dalam kecakapan hidup SetiawanPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program kewirausahaan Sekolah Menengah Atas Negeri SMAN di DIY. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan subjek penelitian yakni penanggung jawab program, koordinator program, dan guru kewirausahaan. Penelitian dilaksanakan pada sekolah penyelenggara program kewirausahaan, yaitu SMA Negeri 6 Yogyakarta, SMAN 2 Banguntapan, SMAN 1 Turi, dan SMAN 1 Playen. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, observasi, dan studi dokumen. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Analisis data menerapkan model interaktif dari Miles, Huberman dan Saldana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 perencanaan program kewirausahaan SMAN di DIY dilakukan dengan penetapan tujuan, perencanaan program, perencanaan pembiayaan, dan perencanaan personil; 2 pelaksanaan program kewirausahaan SMAN di DIY meliputi pengorganisasian, koordinasi, dan implementasi kurikulum; 3 evaluasi program kewirausahaan SMAN di DIY dilakukan pada setiap akhir semester oleh tim kewirausahaan KasapoÄlu Melek DidinThis study aims to investigate the relationship between pre-service pre-school teachersâ life skills and psychological well-being and to determine whether or not various variables related to pre-service pre-school teachers gender, age, grade level, type of instruction, cumulated grade point average, status of taking course about life skills and their life skills significantly predict their psychological well-being. In this quantitative study with correlational design, data were gathered from 391 pre-service pre-school teachers studying at a state university, with 5-point Likert-type Life Skills Scale developed by Bolat and Balaman 2017; 7-point Likerttype Psychological Well-being Scale developed by Diener, Wirtz, Tov, Kim-Prieto, Choi, Oishi and Biswas-Diener 2010 and adapted into Turkish by Telef 2013. Data were analyzed through descriptive statistics, canonical correlation and hierarchical regression. It is concluded that pre-service pre-school teachersâ psychological well-being levels are relatively high and that the life skill they developed most is communication and interpersonal relationships. Canonical correlation results indicate that there is a medium-level relation between life skills and psychological well-being and that psychological well-being is significantly predicted by gender, age, and the following life skills âempathy and self-awarenessâ, âdecision-making and problemsolvingâ, âcreative and critical thinkingâ. Anahtar Kelimeler Pre-school curriculum, Pre-service pre-school teacher, Psychological well-being, Life skills Yulia Elfrida Yanty SiregarReza RachmadtullahNirwana PohanThis study aims to describe the effect of self-regulation, emotional intelligence to character building in the fourth grade of elementary school. The sample of the study consisted of 150 student's elementary school from Meuraxa districts in Banda Aceh. This research uses Quantitative method with survey method and correlation technique. The result of this research analysis show 1 existence of positive relation of self-regulation with character formation 2 existence positive correlation of emotional intelligence with character building 3 existence positive relation of self-regulation and emotional intelligence with character building. Emotional intelligence is the higher cognitive so that the individual recognizes, understands, and uses emotions involvement in public education is an expression of joint responsibility between parents and the state in which parents are expected to comply with current educational policy. Moreover, parents are often perceived as reactive, whereas the educational administration is seen as proactive, mainly by reducing barriers and establishing mechanisms for parental involvement. Referring to proactive involvement in which parents practice noncompliance while fighting the system, this study conceptualizes parental entrepreneurship.â The practical aspects of parental entrepreneurship are analyzed based on three well-known manifestations homeschooling, the integration of children with special needs, and parental cooperatives within early childhood education and care. Parental entrepreneurship further exemplifies the blurry boundaries between parents and administration as regards childrenâs education and demonstrates that the entrepreneurial role parents may play in reforming formal public education. Parental entrepreneurship also illuminates the ongoing renegotiation of the foundations of the social contract between parents and the government, primarily in relation to professionalism, legitimacy, and authority. Eva Schmitt-RodermundPersonality traits and parenting may relate to entrepreneurial competence EC and entrepreneurial interests EI, which both are central elements of Holland's E-type. Three hundred and twenty 10th grade students and 139 small business founders from East Germany were studied using structural equation modeling. Results showed that an entrepreneurial personality low agreeableness and neuroticism, high extraversion, openness, and conscientiousness, and authoritative parenting were linked to adolescent EC in both samples. EC predicted stronger EI, which in turn related to entrepreneurial career prospects in the students, and to an earlier timing of the first business start-up in the founders. Concerning entrepreneurial success, an early start-up and an entrepreneurial personality of the founder were both found to be beneficial. The discussion concentrates on two implications of the findings bank professionals dealing with venture capital loans would profit from a more thorough assessment of personality traits and programs to foster entrepreneurship should address adolescents in addition to is often referred to as being external to education â a state of affairs presenting the modern curriculum with numerous challenges. In this article, globalisationâ is examined as something that is internal to curriculum and analysed as a problematisation in a Foucaultian sense, that is, as a complex of attentions, worries and ways of reasoning, producing curricular variables. The analysis is made through an example of early childhood curriculum in Danish preschool, and the way the curricular variable of the preschool child comes into being through globalisationâ as a problematisation, carried forth by comparative practices such as Programme for International Student Assessment. It thus explores some of the systems of reason that educational comparative practices carry through time, focusing on the ways in which configurations are reproduced and transformed, forming the preschool child as a site of economic V. ShavininaMany people correctly believe that a majority of innovators come from the population of gifted and talented children. If we want to develop innovative abilities of the gifted, then a special, new direction in gifted education is needed innovation education. This article introduces innovation education, which refers to a wide range of educational interventions aimed at identifying, developing, and transforming child talent into adult innovation. Such educational interventions should include, but should not be limited to, the 10 interrelated components. This article describes each of Hegarty Colin JonesPurpose With the unbridled demand for entrepreneurship in higher education, the purpose of this paper is to identify how pedagogy can inhibit students in making the transition to graduate entrepreneurship. Along the way, the concept of what and who is a graduate entrepreneur is challenged. Design/methodology/approach The paper reports upon the pragmatic development of enterprise programmes in Ireland and Australia. Despite different starting points, a convergence of purpose as to what can be realistically expected of enterprise education has emerged. Findings This study reinforces the shift away from commercialisation strategies associated with entrepreneurial action towards developing essential life skills as core to any university programme and key to developing entrepreneurial capacity among students. Despite similar government intervention, university policy and student demand for practicalâbased entrepreneurial learning in both cases, graduates tend not to engage in immediate entrepreneurial action due to the lack of fit between their programme of study and individual resource profiles, suggesting that graduate entrepreneurship is more than child's play. Practical implications There are practical implications for educationalists forced to consider the effectiveness of their enterprise teachings, and cautionary evidence for those charged with providing support services for graduates. Originality/value Given the evolutionary approaches used at the University of Tasmania to develop students as âreasonable adventurersâ and at the University of Ulster to develop âthe enterprising mindsetâ the paper presents evidence of the need to allow students the opportunity to apply entrepreneurial learning to their individual life experiences in order to reasonably venture into entrepreneurial and Teacher EducationM L et al. Teaching and Teacher Education, 64291-304,2017. Diakses dari Are Good Child Outcomes ? Education Resources Information CenterK AndersonV JefferyAnderson, K., & Jeffery, V. 1998. What Are Good Child Outcomes ? Education Resources Information Center, Exploratory Survey of Prospective Childcare Givers ' Entrepreneurial Potential in TaiwanL LeeC LaiLee, L., & Lai, C. 2010. An Exploratory Survey of Prospective Childcare Givers ' Entrepreneurial Potential in Taiwan. In International Conference on Business and Information pp. 1-11. Kitakyushu, Japan.
dokumen program pengembangan kewirausahaan